iklan

Kisah Bung Karno Menjemput Kematian Dengan Senyuman

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280

Tidak banyak yang tahu jika Bung Karno itu dekat dengan para Kyai-kyai, terutama yang ilmunya tinggi. Dalam setiap langkah hidup dan pengambilan keputusan penting, beliau selalu konsultasi dengan para Kyai. Seperti ketika menghadapi agresi sekutu pada tanggal 10 November 1945, beliau berdiskusi dengan KH Hasyim Ashari dalam hal menghadapi kemungkinan banyaknya korban para pejuang. Hingga akhirnya Sang Kyai mengeluarkan fatwa Jihad untuk yang pertama kalinya.“Siapa yang gugur dalam pertempuran dengan penjajah maka ia akan mati sahid…” dan akhirnya kita berhasil menggempur Inggris.


Juga ketika akan menentukan PANCASILA, beliau juga berkonsultasi dengan KH Hayim Ashari sehingga oleh sang Kyai direstui sebagai landasan negara yang sudah sesuai dengan syariah.
Kali ini beliau ingin mencari jawaban hidup dalam menghadapi kematian. Mungkin bung Karno merasa umurnya tidak terlalu panjang.
Kesempatan itu kemudian datang ketika bung Karno mengundang Prof. Kadirun Yahya, seorang ahli sufi, mursyid yang mendirikan tarekat Nagsyabandiyah, dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatera Utara, untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka – Jakarta.

Mungkin ini adalah juga pertemuan sakral yang dialami oleh Prof. DR. H. Kadirun Yahya, Msc – seorang angkatan 1945, ahli fisika dan pernah menjabat sebagai rektor Universitas Panca Budi, Medan – dengan Presiden RI pertama Ir. Soekarno.
Pertemuan itu terlaksana sekitar bulan Juli 1965.



Ketika waktunya tiba, Profesor bersama rombongan saat itu diterima di beranda Istana Merdeka bersama dengan Prof. Ir. Brojonegoro (alm), Prof. dr. Syarif Thayib, Bapak Suprayogi, Admiral John Lie, Pak Sucipto Besar, Kapolri, Duta Besar Belanda.
“Wah, pagi-pagi begini saya sudah dikepung oleh Tiga Profesor-Profesor” kelakar Ir. Soekarno membuka dialog ketika menemui Prof. Kadirun Yahya beserta rombongan. Kemudian Presiden Soekarno mempersilakan semua tamunya untuk duduk.
“Profesor Kadirun Yahya silakan duduk dekat saya”, pinta presiden Soekarno kepada Prof. Kadirun Yahya, terkesan khusus.
“Professor, ik horde van jou al sinds 4 jaar, maar nu pas onmoet ik jou, ik wou je eigenlijk iets vragen (saya dengar tentang engkau sudah sejak 4 tahun, tapi baru sekarang aku ketemu engkau, sebenarnya ada sesuatu yang akan aku tanyakan padamu),” kata presiden Soekarno dengan bahasa Belanda.“Ya, tentang apa itu Bapak Presiden…?”
“Tentang sesuatu hal yang sudah kira-kira 10 tahun, saya cari-cari jawabannya, tapi belum ketemu jawaban yang memuaskan. Saya sudah bertanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu. Tetapi semua jawabannya tetap tidak memuaskan saya.”“Lantas soalnya apa bapak Presiden?”
“Saya bertanya terlebih dahulu tentang yang lain, sebelum saya majukan pertanyaan yang sebenarnya” jawab Presiden Soekarno.“Baik Presiden” kata Prof. Kadirun Yahya
“Manakah yang lebih tinggi, Presiden atau Jenderal atau Profesor dibanding dengan sorga?” tanya Presiden. “Sorga” jawab Prof.Kadirun Yahya.“Accoord (setuju)”, balas Presiden terlihat lega.
Menyusul Presiden bertanya untuk soal berikutnya. “Lantas manakah yang lebih banyak dan lebih lama pengorbanannya antara pangkat-pangkat dunia yang tadi dibanding dengan pangkat sorga?” tanyanya.
“Untuk Presiden, Jenderal, Profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan ber-abdi pada Negara, nusa dan bangsa atau pada ilmu pengetahuan. Sedangkan untuk mendapatkan sorga harus berkorban untuk Allah segala-galanya. Berpuluh-puluh tahun terus menerus, bahkan menurut agama Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup dan berabdi, baru barangkali dapat masuk Nirwana,” jawab Prof. Kadirun.“Accoord”, kata Bung Karno (panggilan akrab Presiden).
“Nu heb ik je te pakken Professor (sekarang baru dapat kutangkap engkau Profesor)” lanjut Bung Karno. Tampak mukanya cerah berseri dengan senyumnya yang khas. Dan kelihatannya Bung Karno belum ingin cepat-cepat bertanya untuk yang pokok masalah. “Saya cerita sedikit dulu” kata Bung Karno.“Silakan Bapak Presiden”.
“Saya telah banyak melihat teman-teman saya meninggal dunia lebih dahulu dari saya, dan hampir semuanya matinya jelek karena banyak dosa rupanya. Sayapun banyak dosa dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Al-Quran dan Al-Hadits bagaimana caranya supaya dengan mudah hapus dosa saya dan dapat ampunan dan bisa mati tersenyum.”
“Lantas saya ketemu dengan satu Hadits yang bagi saya berharga. Bunyinya kira-kira sebagai berikut : Rasulullah berkata; Seorang wanita penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing dan kehausan. Wanita tadi mengambil gayung yang berisikan air dan memberi minum anjing yang kehausan itu. Rasul lewat dan berkata: Hai para sahabatku. Lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, hapus dosa wanita itu dunia dan akhirat. Ia ahli sorga”.
“Nah Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan sorga harus berkorban segala-galanya, berpuluh-puluh tahun untuk Allah baru dapat masuk sorga. Itupun barangkali. Sementara sekarang seorang wanita yang berdosa dengan sedikit saja jasa, itupun pada seekor anjing pula, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli sorga. How do you explain it Professor?” Tanya Bung Karno lanjut. Profesor Kadirun Yahya terlihat tidak langsung menjawab. Ia hening sejenak. Lantas berdiri dan meminta kertas.
“Presiden, U zei, det U in 10 jaren’t antwoord niet hebt kunnen vinden, laten we zien (Presiden, tadi bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, coba kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan Allah dalam 2 menit saja saya coba memberikan jawabannya dan memuaskan”, katanya.
Keduanya adalah sama-sama eksakta, Bung Karno adalah seorang insinyur dan Profesor Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika.
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Kisah Bung Karno Menjemput Kematian Dengan Senyuman"

Posting Komentar